Diantara keistimewaan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyaLlahu anhu adalah doa untuk beliau ada tambahan -biasanya- “karomaLlahu wajhahu” (semoga Alloh memuliakan dirinya). Menurut para ‘ulama ahlussunnah, ini dikarenakan beliau diberikan amanah untuk memimpin kaum mukminin justru pada saat-saat dimana fitnah begitu besar, dan ujian yang beliau hadapi sangat pelik. Maka doa “karomaLlahu wajhah” (semoga Alloh memuliakan beliau) adalah bagian Read the rest of this entry »
Dunia yang Berlari dan Negara yang Tertatih
(Kompas, 18 Desember 2010)
Oleh: Shofwan Al Banna Choiruzzad
Dunia yang berubah dengan sangat cepat membuat kehadiran institusi negara yang kokoh menjadi sebuah keharusan. Sayang, di Indonesia yang kita cintai ini, negara justru lebih sering absen di tengah kecamuk masalah. Entah itu soal hukum yang tidak berdaya menghadapi para mafia atau kekerasan yang menjadi harian, negara bersembunyi di balik keengganan untuk “mengintervensi.”
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengatakan bahwa “negara tidak boleh kalah.” Namun, jika dibandingkan dengan kecepatan dunia kita yang (meminjam istilah Giddens) sedang berlari, institusi negara yang kita miliki saat ini sedang tertatih-tatih.
Dunia yang Berlari
Saat teroris menubrukkan pesawat ke World Trade Center di New York, para pengamat menahbiskannya sebagai tanda dimulainya zaman baru. “Peristiwa 11 september adalah peristiwa historis,” ujar John Lewis Gaddis, “mengakhiri era setelah perang dingin yang belum sempat kita namai.” Hegemoni wacana Perang Melawan Terorisme yang dimulai oleh Presiden Bush membuat banyak orang berpikir bahwa dunia “pasca-pasca perang dingin” adalah dunia hitam putih yang identik dengan Perang Melawan Terorisme itu sendiri.
Heran ?!
Ibnul Qayyim mengatakan, “Sebenarnya tidak ada yang menakjubkan dari firman Allah Azza wa Jalla:
“Dan mereka (orang-orang yang beriman) mencintai-Nya (Allah).” [Al-Maa’idah: 54]
Akan tetapi yang menakjubkan adalah firman Allah Azza wa Jalla:
“Dan Allah mencintai mereka (orang-orang beriman).” [Al-Maa’idah: 54]
Tidak Ada Masalah yang BESAR karena Kita Punya Alloh Yang MAHA BESAR
Have you ever been to the Red Sea shore in your life
Where inspite of everything you can do
There is no way back, there is no way out
There is no other way but through
Dalam hidup ini, selalu ada masalah yang menghadang dan tantangan yang menunggu untuk ditaklukkan. Layaknya kegiatan arung jeram, yang membuat nikmat adalah karena adanya jeram untuk diarungi.
Dikisahkan, karena mematuhi perintah Alloh, Nabi Musa membawa seluruh orang Yahudi pindah keluar dari tanah Mesir. Karena pada masa itu, orang-orang Yahudi menjadi tindasan Fir’aun, sebagai penyedia tenaga buruh (budak) yang gratis bagi Fir’aun. Dalam pelarian inilah, Nabi Musa dihadapkan dengan ujian dari Alloh yang cukup berat.
Ketika rombongan yang besar itu sampai ke laut Merah, terlihat di belakang mereka lasykar Fir’aun yang siap akan menghancurkan mereka, datang mengejar. Maka Nabi Musa dihadapkan dengan jalan buntu. Padahal beliau sampai ke situasi ini hanya karena mematuhi perintah Alloh. Maka ketika beliau mewakilkan perkara ini kepada Alloh, maka Alloh Azza wa Jalla segera memberikan pemecahan masalahnya dan dengan demikian Musa menjadi lebih matang.
Ketika CINCIN Dibiayai Negara
Ketua DPR: Cincin Emas Anggota DPR Rutin Tiap Periode.
Sungguh miris melihat tingkah anggota dewan (katanya) terhormat itu. Mereka baru-baru ini diberitakan meminta agar diberi cinderamata menjelang masa baktinya, berupa CINCIN berlapis emas 24 karat seberat 10 gram. Konon total nilainya mencapai 1,9 Milyar. Bayangpun!
Ah, dimana kepekaan anggota DPR itu? Dimana letak malu mereka? Dimana rasa empati mereka? Di sisi lain, jangankan untuk membeli perhiasan, untuk makan buat esok hari saja masih banyak rakyat yang bingung. Sungguh terlalu! Katanya, pemberian cinderamata ini sudah dilakukan secara turun temurun dari dulu. Sudah tradisi. Lantas, bilamana tradisi itu buruk dan mubazir, apa mesti diikuti juga? Mbok yao, tradisi-tradisi yang buruk itu dihilangkan atau diganti dengan sesuatu yang lebih bijak/baik.
Teruntuk Jantung Hatiku, Sang Pelipur Hati
Masih ingat postingan saya berjudul ‘Sepucuk Surat untuk Ibu’. Maka ini adalah sekuel-nya.
Sebuah surat yang ditulis oleh seorang ibu kepada anaknya, yang mudah-mudahan bisa menjadi ittiba’ dan pelajaran bagi kita semua. Risalah (surat) yang ditulis oleh seorang ibu ketika ia melihat anaknya tidak lagi melakukan kewajibannya sebagai seorang anak. Surat yang ditulis dari hati yang telah lupa. Surat yang ditulis dengan airmata. Surat yang ditulis dengan harapan belas kasihan seorang anak atas berikan kepada ibunya. Surat yang ditulis oleh seorang manusia yang telah mengabdi bertahun-tahun kepada anaknya tersebut. Yang ditulis oleh seorang pelayan yang telah berbakti pada seseorang yang sekarang dengannya. Anaknya tersebut, sekarang ia tidak mau dan belum mengerti akan hakikat berbakti. Mari kita baca isi surat tersebut.
Catatan:
Surat ini cukup panjang. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik. Bacalah dengan Asma Rabbmu yang Telah Mencipta: Surat Untuk Jantung Hatiku.